Senin, 17 November 2014

Laporan Toleransi osmotik eritrosit hewan poikilotermik dan homoiotermik



I.                   JUDUL PRAKTIKUM
Toleransi osmotik eritrosit hewan poikilotermik dan homoiotermik terhadap berbagai tingkat kepekatan medium
II.                TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk mengetahui besarnya toleransi osmotik hewan poikilotermik dan homoiotermik terhadap berbagai tingkat kepekatan medium
III.             DASAR TEORI
Sel darah merah (eritrosit) merupakan sel yang telah terdiferensiasi jauh dan mempunyai fungsi khusus untuk transpor oksigen. Pada mamalia, eritrosit adalah sel yang telah melepaskan inti dan organel – organel sitoplasma lain selama perkembangan. Sel – sel darah merah bersifat elastis dan mempunyai kemampuan berubah bentuk. Hal ini terbukti dari kemampuannya melalui kapiler – kapiler dengan diameter kecil ( Leeson, 1996). NaCl Fisiologis merupakan larutan yang isotonis dengan plasma darah (Ridwan, 2009).
Di antara tiga tipe darah (sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit), sel darah merahlah yang paling banyak jumlahnya. Sel-sel darah merah mempunyai bentuk cakra dengan diameter 7,5 µm dengan ketebalan tepi 2 µm. Tengah-tengah cakra tersebut lebih tipis dengan ketebalan 1 µm. Bentuk bikonkaf yang menarik ini mempercepat pertukaran gas-gas antara sel-sel dan plasma darah (Hartadi, 1992).
Hb berfungsi mengikat oksigen yang kemudian akan digunakan untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energi (Lagler et al, 1997 dalam Bastiawan dkk, 2001). Kemampuan mengikat oksigen dalam darah tergantung pada jumlah hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah. Bastiawan dkk, (2001) menulis bahwa rendahnya kadar Hb menyebabkan laju metabolisme menurun dan energi yang dihasilkan menjadi rendah (Alamanda, 2007).
Hemoglobin merupakan suatu protein yang kompleks, yang tersusun dari protein globin dan suatu senyawa bukan protein yang dinamai hem. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah (Susilawati, 2013).
Osmosis memainkan peranan yang sangat penting pada tubuh makhluk hidup, misalnya, pada membrane sel darah merah. Jika meletakan sel darah merah dalam suatu larutan hipertonik (lebih pekat), air yang terdapat dalam sel darah akan ditarik keluar dari sel sehingga sel mengerut dan rusak. Peristiwa ini disebut krenasi. Sebaliknya, jika kamu meletakan sel darah merah dalam suatu larutan yang bersifat hipotonik (lebih encer), air dari larutan tersebut akan ditarik masuk kedalam sel darah sehingga sel mengembang dan pecah. Proses ini disebut hemolisis (Isnaeni, 2006).
Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya air ke dalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya. Membran eritrosit bersifat permeabel selektif, yang berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain. Hemolisis ini akan terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipotonis terhadap isi sel eritrosit. Namun perlu diketahui bahwa membran eritrosit (termasuk membran sel yang lain) memiliki toleransi osmotik, artinya sampai batas konsentrasi medium tertentu sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan NaCl tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa toleransi osmotis membran eritrosit berbeda-beda. (Soewolo,2000).


IV.             METODE PRAKTIKUM
4.1.Alat dan Bahan
·         Alat : Gelas Mikroskop, gelas benda, pipet tetes, papan dan alat seksio, gelas piala,
·         Bahan : Larutan garfis untuk katak 0,7% NaCl, untuk burung 0,9% NaCl, aquadest, Kadal (poikilotermik), Tikus (homoiotermik), berbagai larutan garam daapur dengan konsentrasi 3%, 1%, 0,9%, 0,5 %, 0,3 %, 0,1 %
4.2.Cara Kerja


V.                HASIL PENGAMATAN
No
Konsentrasi NaCl
Homoitermik
Keadaan
Poikilotermik
Keadaan
1
0,15 %

Lisis

Lisis
2
0,3 %

Lisis

Lisis
3
0,5 %

Lisis

Lisis
4
0,7 %

Lisis

Normal
5
0,9 %

Isotonis

Krenasi
6
1 %

Krenasi

Krenasi
7
0,7 %

Lisis

Isotonik
8
3 %

Krenasi

Isotonik
9
Aquades

Lisis

Lisis


VI.             PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan mengenai toleransi osmotik eritrosit hewan poikilotermik dan homoiotermik terhadap berbagai tingkat kepekatan medium yang bertujuan untuk mengetahui besarnya toleransi osmotik eritrosit hewan poikilotermik dan homoiotermik terhadap berbagai tingkat kepekatan medium.
Dalam percobaan ini menggunakan hewan percobaan kadal (untuk hewan poikilotermik) dan tikus (untuk hewan poikilotermik). Langkah kerja yang pertama yaitu membedah hewan percobaan (kadal dan tikus), kemudian mengambil darahnya dan diletakkan diatas  kaca benda, selanjutnya diberi perlakuan dengan pemberian larutan NaCl dengan berbagai konsentrasi yang berbeda. Untuk kadal dimulai dari konsentrasi 0,1 % ;0,3 % ;0,5 % (lebih encer dari 0,7 %) dan 0,9%;1%; 2%; 3% (lebih pekat dari 0,7%). Sedangkan pada tikus dimulai dari konsentrasi 0,1% ; 0,3% ; 0,5%; 0,7% (lebih encer dari 0,9%) dan 1%; 2%; 3% (lebih pekat dari 0,9%). Sebagai kontrol, sel tidak diberi larutan apapun. Setelah ditetesi dengan larutan NaCl dan aquades, maka preparat ditutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop.
Pada praktikum percobaan ini setiap kelompok menguji toleransi osmotik eritrosit pada hewan poikilotermik yaitu kadal dan hewan homoiotermik yaitu tikus. Percobaan pertama yaitu menguji toleransi osmotik eritrosit pada hewan poikilotermik yaitu kadal.  Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 1, 2, dan  3 yang menggunakan konsentrasi NaCl berturut-turut 0,15 %, 0,3 %, 0,5 % keadaan sel eritrositnya mengalami lisis. Sedangkan pada kelompok 4 yag menggunakan konsentrasi larutan NaCl 0,7 % keadaan sel normal. Sedangkan pada kelompok 5,  6 yang menggunakan konsentrasi HCl berturut-turut 0,9 %, 1%. Pada kelompok 7 dengan konsentrasi o,7 % normal/isotonik. Pada kelompok 8 denagn konsentrasi 3% sel eritrosit mengalami krenasi. Pada kelompok 9 sebagai kontrol (aquades) terjadi lisis.
Percobaan yang kedua yaitu menguji toleransi osmotik eritrosit pada hewan homoiotermik yaitu tikus. Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 1, 2, 3 dan 5 dan 4 yang menggunakan konsentrasi secara berurutan NaCl 0,15%, 0,3 %, 0,5 , 0,7  keadaan sel eritrositnya lisis Sedangkan pada kelompok 5 yang menggunakan konsentrasi larutan NaCl 0,9 % keadaan sel eritrositnya juga normal atau tidak mengindikasikan adanya lisis maupun krenasi. Sedangkan pada kelompok 6 yang menggunakan konsentrasi larutan NaCl 1%, sel eritrositnya terjadi krenasi. Pada kelompok 7 dengan konsentrasi HCl 0,7%  mengalami lisis. Kelompok 8 yang menggunakan konsentrasi larutan HCl 3% sel erotrositnya menjadi krenasi. Pada kelompok 9 dengan menggunakan aquades sel eritrosit mengalami lisis.
Toleransi osmotik eritrosit hewan homoioterm sama dengan tekanan osmotik larutan NaCl 0,9%, sedangkan tekanan osmotik hewan poikiloterm sama dengan tekanan osmotik larutan NaCl 0,7 %. Bila eritrosit dimasukkan ke dalam medium hipotonis maka air akan masuk ke dalam eritrosit sehingga eritrosit menggelembung. Jika toleransi osmotik membran eritrosit terlampaui maka eritrosit akan pecah, isi eritrosit termasuk hemoglobin (Hb) akan ke luar sehingga medium menjadi berwarna merah. Peristiwa lisisnya membran eritrosit dan terbebasnya hemoglobin (Hb) keluar medium disebut hemolisis. Kebalikan dari lisis adalah krenasi yaitu peristiwa mengkerutnya membran sel eritrosit akibat keluarnya cairan di dalam sel. Krenasi terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium hipertonis dari isi sel.
Berdasarkan data hasil pengamatan toleransi osmotik eritrosit pada hewan poikilotermik yaitu kadal. Percobaan pada kelompok 1, 2, 3 dan 7 sesuai. Hewan poikilotermik, sel eritrositnya isotonis dengan 0,7%  NaCl. Hal ini dapat dilihat saat sel diberi NaCl dengan konsentrasi 0,7% keadaan selnya isotonis (normal). Sedangkan untuk konsentrasi dibawah 0,7%, sel mengalami lisis. Hal ini dikarenakan larutan bersifat hipotonis sehingga air akan masuk ke dalam eritrosit yang akan membuat eritrosit menggelembung. Jika toleransi osmotik membran eritrosit terlampaui maka eritrosit akan pecah, isi eritrosit termasuk hemoglobin akan keluar sehingga medium menjadi berwarna merah. Hal inilah yang mengindikasikan terjadinya lisis. Sedangkan pada kelompok 4 terlihat normal karena sesuai dengan toleransi osmotiknya. Pada kelompok 5, 6, dan 8 yang menggunakan konsentrasi larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7% sesuai. Berdasarkan teori untuk konsentrasi NaCl diatas 0,7% sel akan mengalami krenasi. Hal ini dikarenakan sel berada di larutan yang hipertonis. Peristiwa krenasi ditandai dengan mengkerutnya membran sel eritrosit akibat keluarnya cairan di dalam sel.
Selanjutnya toleransi osmotik eritrosit pada hewan homoiotermik yaitu pada mencit. Hewan homoitermik ,sel eritrositnya isotonis dengan 0,9% NaCl. Hal ini dapat dilihat saat sel diberi NaCl dengan konsentrasi 0,9 % keadaan sel nya isotonis (normal), percobaan apada kelompok 5. Sedangkan untuk konsentrasi dibawah 0,9%, seperti pada percobaan kelompok 1, 2, 3, 4 dan 7, sel mengalami lisis. Hal ini dikarenakan larutan bersifat hipotonis. Lisis terjadi karena zat terlarut masuk ke dalam membran eritrosit, tetapi membran eritrosit tidak mampu lagi menahan tekanan zat pelarut yang masuk. Selanjutnya yaitu pada kelompok 6, 7, dan 8 yang menggunakan konsentrasi NaCl yang lebih pekat dari 0,9% juga sudah sesuai dengan teori. Berdasarkan teori untuk konsentrasi NaCl diatas 0,9% sel mengalami krenasi. Hal ini dikarenakan sel berada di larutan yang hipertonis. Cairan eritrosit yang dimasukkan ke dalam larutan hipertonis, maka air akan keluar dari dalam eritrosit. Peristiwa krenasi ditandai dengan mengkerutnya sel dan sel menjadi gepeng.
Pada hewan poikilotermik dan homoiternik terdapat perbedaan toleransi osmotik. Pada hewan poikilotermik lebih toleran terhadap larutan yang lebih encer dari garam fisiologi. Sedangkan hewan yang lebih toleran terhadap larutan yang lebih pekat dari garam fisiologi adalah hewan homoitermik. Hal ini dapat dilihat dari kisaran isotonis kedua hewan tersebut. Pada hewan poikilotermik kisaran isotonisnya adalah pada larutan NaCl 0,7%. Sedangkan pada  homoitermik  kisaran isotonis nya adalah pada larutan NaCl 0,9%. Eritrosit merupakan sel yang terdapat dalam darah dengan bentuk bikonkaf yang berwarna merah kekuningan serta bersifat elastis dan lunak. Eritrosit yang terdapat dalam pembuluh darah tidak memiliki inti sel. Salah satu kandungan eritrosit yang sangat penting hemoglobin. Hemoglobin inilah yang menyebabkan darah berwana merah. Eritrosit dapat mempertahankan bentuknya hanya jika direndam dalam larutan isotonik. Bila medium lingkungannya  menjadi hipotonik maka sel-sel menyerap air, membengkak, dan akhirnya pecah, keadaan seperti ini yang disebut dengan hemolisis. Sebaliknya jika eritrosit ditempatkan dalam larutan hipertonik, maka sel-selnya akan menciut dan permukaannya berubah tidak teratur (krenasi).




VII.          PENUTUP
8.1. Kesimpulan
1.      Terdapat perbedaan toleransi osmotik pada hewan poikilotermik dan homoiotermik. Jika pada poikilotermik toleransi osmotik eritrosit isotonis dengan larutan garfis 0,7% NaCl, sedangkan pada hewan homoiotermik isotonis dengan larutan garfis 0,9% NaCl.
2.      Pada hewan poikilotermik lebih toleran terhadap larutan yang lebih encer dari garam fisiologi. Sedangkan hewan yang lebih toleran terhadap larutan yang lebih pekat dari garam fisiologi adalah hewan homoitermik.
8.2. Saran


DAFTAR PUSTAKA

Alamanda, Intan. 2007. Penggunaan Metode Hematologi dan Pengamatan Endoparasit Darah untuk Penetapan Kesehatan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya Desa Mangkubumen Boyolali. Biodiversitas. ISSN: 1412-033X Vol. 8, Nomor 1 Hal: 34-38

Hartadi, Diaz et al. 2004. Simulasi Penghitungan Sel Darah Merah. Transmisi.Vol. 8, No. 2, Desember 2004 : 1 – 6

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius

Ridwan. 2009. Pengaruh Pengencer Semen Terhadap Abnormalitas dan Day Tahan Hidup Spermatozoa Kambing Lokal Pada Penyimpanan Suhu 50 C. J. Agroland 16 (2) : 187 – 192. ISSN : 0854 – 641X

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Susilawati., dkk. 2013. Kadar Hemoglobin Dan Densitas Parasit Pada Penderita Malaria Di Lombok Tengah. JST Kesehatan. Vol.3 No.3 : 298 – 304 ISSN 2252-5416



Tidak ada komentar: