I.
JUDUL
Penyesuaian
hewan poikilotermik terhadap oksigen terlarut
II.
TUJUAN
Oksigen
Untuk mengetahui penyesuaian hewan poikilotermik terhadap :
1. Oksigen yang terkandung di
dalam air karena pengaruh suhu air
2. Oksige yang terkandung dalam air
karena pengauh kadar garam dalam air
III.
DASAR TEORI
Hewan dapat memiliki suhu tubuh yang
bervariasi atau konstan. Hewan yang suhu tubuhnya bervariasi bertuut lingkungan
disebut poikiloterm (dari kata Yunani poikilos,
bervariasi). Dari deskripsi ektoterm dan endoderm, tampaknya ektoterm
adalah poikiloterm. Misalnya, kebanyakan ikan laut dan invertebrate ektotermik
menghuni perairan dengan suhu yang
sedemikian stabi sehingga suhu tubuhnya kalah bervariasi daripada suhu tubuh
endoterm seperti manusia dan mamalia lain (Campbell, 2008 : 15-16).
Hewan poikilotermik (berdarah dingin)
yang harus menyesuaikan suhu tubuh dengan suhu lingkungan dengan mengambil
panas matahari di pagi hari dalam melakukan fungsi fisiologis metabolis untuk
melakukan aktivitas gerakan tubuh (Iyai, 2006: 57).
Ikan adalah hewan berdarah dingin, yang
suhu tubuhnya selalu menyesuaikan dengan suhu sekitarnya. Selanjutnya dikatakan
pula bahwa ikan mempunyai kemampuan untuk mengenali dan memilih range suhu
tertentu yang memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas secara maksimum
dan pada akhirnya mempengaruhi kelimpahan dan distribusinya. Semua organisme
laut (kecuali mammalia) bersifat poikilotermik yaitu tidak dapat mengatur suhu
tubuhnya. Selama hidupnya suhu tubuh organisme perairan sangat tergantung pada
suhu air laut tempat hidupnya. Oleh karena itu adanya perubahan suhu air akan
membawa akibat yang kurang menguntungkan bagi organisme perairan, diantaranya
kematian, menghambat prosespertumbuhan,mengganggu proses respirasi, dan
lain-lain (Staf, 2010).
Ikan merupakan hewan ektotermik yang
berarti tidak menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau
menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya. Sebagai hewan air, ikan memiliki
beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan
habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi
lingkungan (Fujaya, 2004).
Perubahan salintas dapat berpengaruh
terhadap toleransi suhu organisme akuatik poikiloterm. Terjadinya resistensi
tinggi karena stres suhu perlu dicermati, oleh sebab itu salinitas dapat menyelaraskan
isoosmotisitas antara darah dan media di luar (Winanto, 2009).
IV.
METODE PENELITIAN
a.
Alat dan Bahan Praktikum
Alat :
Bak plastic, thermometer, timbangan, kompor, panic, gelas piala, gelas ukur,
pengaduk, stopwatch, boardmarker.
Bahan
percobaan : es batu, ikan tombro dan
ikan mas
b.
Cara Kerja
V.
HASIL PENGAMATAN
kel
|
perlakuan
|
Berat (gr)
|
Suhu (0c)
|
Gerakan Operculum
|
Rata-rata
|
||
1
|
2
|
3
|
|||||
1
|
Dingin
|
7,6gr
|
Awal :26 0c
Suhu : 23 0c
Suhu : 20 0c
Suhu : 17 0c
Suhu : 14 0c
Suhu : 11 0c
Kolaps : 8 0c
|
72
68
60
39
34
7
4
|
49
60
56
49
17
8
Kolaps
|
61
61
47
38
21
8
Kolaps
|
60
63
54
42
24
7,6
-
|
2
|
Dingin
|
9 gr
|
Awal: 240c
Suhu :21 0c
Suhu : 18 0c
Suhu :150c
Suhu :120c
Kolaps :9 0c
|
76
66
24
15
12
6
|
84
60
42
27
22
8
|
119
74
53
10
12
9
|
93
67
43
17
15
8
|
3
|
Dingin
|
9 gr
|
Awal: 26 0c
Suhu :230c
Suhu : 20 0c
Suhu : 17 0c
Suhu :14 0c
Suhu :11 0c
Suhu :8 0c
Kolaps : 5 0c
|
84
63
97
100
51
27
13
Kolaps
|
86
66
101
76
49
25
10
Kolaps
|
112
79
114
75
39
22
6
Kolaps
|
94
69
104
84
46
25
10
-
|
4
|
Dingin
|
7,6gr
|
Awal: 270c
Suhu : 24 0c
Suhu : 21 0c
Suhu : 18 0c
Suhu : 15 0c
Kolaps : 12 0c
|
124
82
76
63
50
32
|
123
100
73
63
62
41
|
121
105
75
75
55
Kolaps
|
123
96
75
67
56
36
|
5
|
Panas
|
5,8 gr
|
Awal: 270c
Suhu : 30 0c
Suhu : 33 0c
Suhu : 36 0c
Suhu : 39 0c
Kolaps : 42 0c
|
100
133
98
107
135
Kolaps
|
105
117
55
90
148
Kolaps
|
100
134
65
110
153
Kolaps
|
108,3
121,3
72,6
102
145
Kolaps
|
6
|
Panas
|
6,6 gr
|
Awal: 270c
Suhu : 30 0c
Suhu : 35 0c
Suhu : 36 0c
Suhu : 39 0c
Kolaps : 420c
|
131
147
147
174
152
117
|
138
146
163
167
153
Kolaps
|
128
145
181
179
158
Kolaps
|
132
146
163
173
154
117
|
7
|
Panas
|
5,6 gr
|
Awal: 260c
Suhu : 290c
Suhu : 32 0c
Suhu : 35 0c
Suhu : 38 0c
Kolaps : 410c
|
122
138
153
111
107
99
|
136
136
116
116
112
78
|
137
150
126
109
117
colaps
|
131,6
141,3
131,6
112
112
88,5
|
8
|
Panas
|
7,9 gr
|
Awal: 250c
Suhu : 28 0c
Suhu : 31 0c
Suhu : 34 0c
Suhu : 37 0c
Kolaps : 400c
|
126
131
147
178
187
219
|
122
140
149
185
237
211
|
110
125
147
166
155
colaps
|
119,3
132
147,6
176,3
193
215
|
VI.
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini berjudul penyesuaian hewan
poikilotermik terhadap oksigen terlarut memiliki tujuan untuk mengetahui
penyesuaian hewan poikilotermik terhadap oksigen yang terkandung di dalam air
karena pengaruh suhu air dan oksige yang terkandung dalam air karena pengauh
kadr garam dalam air. Bahan uji yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan
mas. Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas
tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan diri pada suhu
lingkungan sekelilingnya. Ikan mempunyai derajat toleransi terhadap suhu dengan
kisaran tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan dan resistensi terhadap
penyakit. Ikan akan mengalami stress manakala terpapar pada suhu diluar kisaran
yang dapat ditoleransi.
Adapun cara kerja yang dilakukan yaitu percobaan
pertama, mengisi toples kaca dengan air kran dan memberi batas volume air
dengan boardmaker dan mengukur suhu awalnya. Setelah itu menimbang berat ikan
yang akan digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh berat ikan
terhadap kecepatan penggunaan oksigen terlarut. Kemudian memasukkan ikan yang
sudah ditimbang kedalam toples kaca yang telah berisi air, setelah ikan tenang
maka dilakukan penghitungan gerak operculum per menit dan mengulanginya
sebanyak 3 kali dan menghitung
rata-ratanya. Kemudian menaikkan suhu air dengan interval 300C
dengan cara menambahkan air panas kedalam toples kaca namun tetap menjaga agar
volume air tidak berubah agar ikan tidak muncul kepermukaan dan keluar dari
toples kaca karena volume air bertambah banyak dan menjaga kadar oksigen yang
terlarut agar tetap dan tidak berpengaruh yaitu itu dengan mengurangi air dalam
toples sebanyak air panas yang ditambahkan. Setelah ikan tenang, menghitung
gerak operculum per menit dan mengulanginya sebanyak 3 kali dan menghitung rata-ratanya. Kenaikan
suhu diteruskan sampai mencapai suhu kritis tertinggi dan menghentikan
perlakuan pada saat ikan mulai kolaps.
Pada percobaan kedua, yaitu mengisi toples kaca dengan
air kran dan memberi batas volume air dengan boardmaker dan mengukur suhu
awalnya. Setelah itu menimbang berat ikan yang akan digunakan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh berat ikan terhadap kecepatan penggunaan oksigen
terlarut. Kemudian memasukkan ikan yang sudah ditimbang kedalam toples kaca
yang telah berisi air, setelah ikan tenang maka dilakukan penghitungan gerak
operculum per menit dan mengulanginya sebanyak
3 kali dan menghitung rata-ratanya. Kemudian menaikkan suhu air dengan
interval 300 C dengan cara menambahkan es batu kedalam toples kaca
namun tetap menjaga agar volume air tidak berubah agar ikan tidak muncul
kepermukaan dan keluar dari toples kaca karena volume air bertambah banyak dan
menjaga kadar oksigen yang terlarut agar tetap dan tidak berpengaruh yaitu
dengan mengurangi air dalam toples sebanyak es batu yang ditambahkan. Setelah
ikan tenang, menghitung gerak operculum per menit dan mengulanginya
sebanyak 3 kali dan menghitung
rata-ratanya. Kenaikan suhu diteruskan sampai mencapai suhu kritis terendah dan
menghentikan perlakuan pada saat ikan mulai kolaps.
Pada praktkum ini, dilakukan 2 perlakuan. Yaitu
perlakuan dengan pemberian air panas dan air dingin. Pada perlakuan pemberian
air panas dilakukan pada kelompok 5, 6, 7 dan 8. Dari keempat kelompok tersebut
memiliki tingkat kolaps yang berbeda. Pada kelompok 5 ikan mas mengalami kloaps
pada kenaikan suhu 420 C dengan suhu awal 270 C dengan
rata-rata operkulum 145 kali. Kelompok 6 ikan mas mengalami kloaps pada
kenaikan suhu 420 C dengan suhu awal 270 C dengan
rata-rata operkulum 117 kali . Kelompok
7 ikan mas mengalami kloaps pada kenaikan suhu 410 C dengan suhu
awal 260 C dengan rata-rata operkulum 88 kali. Kelompok 8 ikan mas mengalami kloaps pada
kenaikan suhu 400 C dengan suhu awal 250 C dengan
rata-rata operkulum 215 kali. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu dinaikkan dari suhu
normal, maka gerakan operculum juga semakin meningkat. Ketika suhu dinaikkan
maka akan terjadi penurunan O2 dalam air, sehingga gerakan operculum ikan juga
semakin meningkat. Hal ini dikarenakan molekul air lebih padat dan lebih sulit
bergerak atau mengalir, sehingga memungkinkan air jauh lebih sulit mengalir ke
organ pernafasan. Oleh karena itu, ikan harus mengeluarkan energi lebih banyak.
Hal ini dapat mempersulit ikan untuk memperoleh O2, apalagi dengan perlakuan
berupa menaikkan dan menurunkan suhu dari kamar.
Saat dilakukannya praktikum, dapat diamat pada saat
menaikkan suhu lingkungan, proses pernafasan yang dilakukan oleh ikan
berlangsung sangat cepat yang dibuktikan dengan meningkatnya intensitas gerakan
operculum membuka dan menutup. Hal ini di akibatkan kadar O2 dalam air menjadi
semakin berkurang sehingga memacu kerja operculum dan mempercepat metabolisme
tubuh. Dan pada saat ikan akan kolaps, kerja dari
operculum lama-lama melambat. Hal ini karena
ikan sudah tidak mampu
menyeimbangi suhu yang didapat serta
karena kadar O2 yang semakin berkurang, sedangkan energy yang dibutuhkan
sangatlah besar.
Selain itu, berat dari ikan mas juga mempengaruhi laju
operculum bekerja. Dapat diketahui , semakin besar berat ikan mas, maka
kemungkinan untuk kolaps lebih lama. Hal ini dikarenakan Semakin berat massa
ikan maka kebutuhan O2 semakin sedikit. Karena berat tubuh merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kebutuhan O2 dalam tubuh ikan.
Selanjutnya, pada perlakuan kedua yaitu dengan pemberian
es batu. Pada perlakuan ini dilakukan oleh kelompok 1, 2, 3 dan 4. Hasil dari
kelompok 1 menunjukkan bahwa ikan kolaps pada suhu 80 C dengan suhu
awal 260 C dan rata-rata operculum 4. Kelompok 2 menunjukkan bahwa
ikan kolaps pada suhu 90 C dengan suhu awal 240 C dan
rata-rata operculum 8. Kelompok 3 menunjukkan bahwa ikan kolaps pada suhu 50
C dengan suhu awal 260 C dan rata-rata operculum 10. Kelompok 4
menunjukkan bahwa ikan kolaps pada suhu 12 0C dengan suhu awal 270
C dan rata-rata operculum 36.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa semakin suhu
diturunkan dari suhu normal, maka gerakan operculum juga semakin rendah. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin rendah suhu pada lingkungan maka intensitas
gerakan operculum semakin lambat dikarenakan proses metabolisme berjalan lambat
dan memperlambat kerja organ pernafasan pada ikan karena membekunya berbagai
organ vital. Suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa
penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan
pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen.
VII.
PENUTUP
8.1. Kesimpulan
1. Semakin tinggi suhu pada perairan, maka semakin rendah kelarutan
oksigen dalam cairan
2. Semakin tinggi kadar garam dalam
perairan, maka semakin rendah kandungan oksigen dalam cairan
8.2. Saran
Kalau dalam laporan praktikum tidak tercantum jurnal ISSN hanya
satu, mohon dimaklumi. Semoga menjadi lebih baik lagi kedepannya
DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Fujaya, Yushinta. 2004. Fisisologi Ikan. Jakarta: P.T Rineka Cipta
Iyai ,Deny Anjelius., dkk.
2006. Diversitas dan Ekologi Biawak
(Varanus indicus) di Pulau Pepaya Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Irian Jaya
Barat. Jurnal Biodiversitas. Vol: 7 (2). 181-186. ISSN: 1412-033X
Staf pengajar Fakultas Kelautan dan
Perikanan, Universitas Hasanuddin. 2010. Distribusi Suhu Permukaan Pada Musim
Peralihan Barat-Timur Terkait dengan Fishing Ground Ikan Pelagis Kecil di
Perairan Spermonde. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. Vol. 20 (1) : 1 – 7.
ISSN: 0853-4489
Winanto, Tjahjo., dkk. 2009.
Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Respon Fisiologi Larva Tiram Mutiara
Pinctada maxima (Jameson) . Jurnal Biologi Indonesia. Vol:6 (1): 51-69 ISSN
0854-4425
Tidak ada komentar:
Posting Komentar