I.
JUDUL
PRAKTIKUM
Kecepatan
penggunaan oksigen dalam respirasi hewan
II. TUJUAN PRAKTIKUM
- Membuktikan bahwa respirasi
membutuhkan oksigen
- Menghitung kecepatan penggunaan O2
dalam proses respirasi beberapa macam hewan
III. DASAR TEORI
Menurut
Salisbury (1995) dalam Amaliyah (2012) respirasi merupakan salah satu bagian
dari mekanisme metabolisme untuk memenuhi kebutuhan akan energi(Amaliyah,
2012).
Respirasi pertukaran gas adalah
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara sel-sel yang aktif dengan
lingkungan luarnya atau antara cairan tubuh hewan dengan lingkungan tempat
hidupnya. Definisi respirasi juga meliputi proses biokimia yang berlangsung di
dalam sel berupa perombakan molekul-molekul makanan dan transfer energi yang
dihasilkan (respirasi seluler). Proses respirasi erat kaitannya dengan laju
metabolisme (metabolit rate) yang didefinisikan sebagai unit energi yang
dilepaskan per unit waktu. Laju respirasi pada hewan tergantung pada aktivitas
metabolisme total dari organisme tersebut. Fungsi utama respirasi adalah dalam rangka
memproduksi energi melalui metabolisme aerobik dan hal tersebut terkait dengan
konsumsi oksigen (Santoso, 2009).
Laju metabolisme tubuh dapat meningkat
bila laju respirasi meningkat juga. Menurut Guyton (1995), semua bentuk metabolis-me
tubuh membutuhkan energi, dimana energi tersebut didapatkan darihasil respirasi
sel (Wijayanti, 2011).
Konsentrasi minimum oksigen terlarut digunakan untuk
menduga laju beban maksimum yang diperkenankan atau daya dukung (Wantasen,
2013).
Fungsi spirakel dan trakea untuk memungkinkan lewatnya
udara kepercabangan saluran yang disebut trakeol, yang merupakan saluran lembut
intraseluler dengan diameter sekitar 1μm. Jumlahnya sangat banyak dan berada di berbagai
jaringan, terutama otot. Berbeda dengan trakease, saluran-saluran lembut ini
tidak dilapisi dengan kutikula, pertukaran gas terjadi dengan mudah melewati
dinding saluran ini. Sistem pernapasan pada serangga
melalui sejumlah percabangan saluran udara pada sistem trakea.
Oksigen langsung dibawa ke jaringan, jadi tidak dilaksanakan melewati aliran
darah. Distribusi oksigen dan pengeluaran karbondioksida tidak dilakukan lewat
sistem peredaran. Pada kebanyakan serangga dengan difusi
saja sudah tercukupi oleh karena itu tubuh serangga pada umumnya berukuran kecil. Pada
beberapa spesies difusi ini dibantu dengan gerakan ritmik toraks atau abdomen (Goenarso,
2005).
Sistem respirasi memiliki fungsi utama
untuk memasok oksigen ke dalam tubuh serta membuang CO2 dari dalam
tubuh. Respirasi ekternal sama dengan bernafas, sedangkan respirasi internal
seluler ialah proses penggunaan oksigen oleh sel tubuh dan pembuangan zat sisa
metabolisme sel yang berupa CO2, penyelenggaraan respirasi harus
didukung oleh alat pernafasan yang sesuai yaitu, alat yang dapat digunakan oleh
hewan untuk melakukan pertukaran gas dengan lingkungannya, alat yang dimaksud
dapat berupa alat pernafasan khusus ataupun tidak (Isnaeni, 2006).
IV.
METODE
PENELITIAN
4.1.
Alat
dan bahan
1.
Alat :
Respirometer,
Beaker gelas,
Pipet , Pencatat waktu,
Timbangan analitik
2.
Bahan
: Belalang, Cacing tanah,
Cicak, Jangkrik,
KOH/ NaOH kristal, Eosin
V.
CARA
KERJA
VI.
HASIL
PENGAMATAN
Kel
|
Hewan
|
Berat (gr)
|
Interval Kecepatan Pengunaan O2/ 3 menit
|
||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
|||
1
|
Cicak
|
1,2
|
0,26
|
0,44
|
0,09
|
0,05
|
0,06
|
0,04
|
0,01
|
0
|
0,02
|
0
|
0,03
|
0,01
|
0,01
|
2
|
Cicak
|
4,3
|
O,15
|
0,16
|
0,19
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Cacing
|
3,2
|
0,08
|
0,08
|
0,04
|
0,07
|
0,04
|
0,04
|
0,04
|
0,05
|
|
|
|
|
|
4
|
Cacing
|
2,3
|
0,18
|
0,12
|
0,1
|
0,09
|
0,1
|
0,08
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Belalang
|
0,3
|
0,20
|
0,14
|
0,12
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Belalang
|
0,2
|
0,14
|
0,08
|
0,08
|
0,04
|
0,04
|
0,01
|
0,05
|
0
|
0
|
0,02
|
0,05
|
0,04
|
0,01
|
7
|
Jangkrik
|
1,1
|
0,13
|
0,14
|
0,08
|
0,09
|
0,06
|
0,04
|
0,03
|
0,06
|
0,04
|
0,03
|
0,01
|
|
|
8
|
Jangkrik
|
0,9
|
0,14
|
0,09
|
0,08
|
0,05
|
0,05
|
0,05
|
0,02
|
0,02
|
0,02
|
0,02
|
0,02
|
|
|
Lanjutan
|
14
|
15
|
16
|
17
|
18
|
19
|
20
|
21
|
Rata-rata
|
||
1
|
|
|
0,01
|
0
|
|
|
|
|
|
|
0,051
|
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0,17
|
3
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0,055
|
4
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0,112
|
5
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0,15
|
6
|
|
|
0,04
|
|
|
|
|
|
|
|
0,04
|
7
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0,06
|
8
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0,049
|
VII.
PEMBAHASAN
Pada praktikum
kali ini kami melakukan percobaan mengenai kecepatan penggunaan oksigen dalam
respirasi hewan. Percobaaaan ini bertujuan untuk membuktikan bahwa respirasi
membutuhkan oksigen dan menghitung kecepatan penggunaan O2 dalam
proses respirasi beberapa macam hewan. Dalam praktikum kali ini kami
menggunakan 4 hewan percobaaan yaitu belalang , cicak, cacing tanah dan
jangkrik.
Percobaan ini dilakukan
dengan cara memasukkan hewan percobaan ke dalam
respirometer. Namun,sebelum dimasukkan ke dalam
respirometer, hewan percobaan ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan analitik. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh berat badan atau massa tubuh terhadap kecepatan penggunaan oksigen. Setelah ditimbang hewan dimasukkan ke dalam respirometer. Respirometer adalah alat yang dapat
digunakan untuk mengukur kecepatan pernapasan beberapa hewan yang memiliki
ukuran relatif kecil. Prinsip kerja respirometer adalah bekerja jika dalam
pernafasan ada oksigen yang digunakan oleh organisme serta ada karbondioksida
yang dikeluarkan. Jika organisme yang bernapas itu disimpan dalam ruang
tertutup dan karbondioksida yang dikeluarkan oleh organisme dalam ruang
tertutup itu diikat, maka penyusutan udara akan terjadi. Kecepatan penyusutan
udara dalam ruang itu dapat di amati pada pipa kapiler berskala pada respirometer.
Ketika hewan percobaan baik
belalang, cacing tanah maupun cicak dimasukkan kedalam respirometer, kami juga
menambahkan KOH yang sudah dibungkus dengan kapas. Kapas
berfungsi untuk membungkus Kristal KOH/NaOH dan sebagai indikator adanya H2O
(uap air) sebagai hasil dari proses respirasi yang
ditandai dengan kapas menjadi basah setelah percobaan. Dalam percobaan ini KOH berfungsi sebagai pengikat karbondioksida (CO2)
agar hewan percobaan yaitu belalang, cacing tanah , jangkrik maupun cicak tidak menghirup CO2 yang dikeluarkan setelah
bernapas dan pergerakan larutan eosin benar-benar hanya disebabkan oleh
konsumsi oksigen.
Selain KOH, pada percobaan ini
juga menggunakan larutan eosin yang berfungsi sebagai indikator oksigen yang
dihirup oleh organisme pada respirometer sederhana. yang
mempengaruhi kedudukan eosin / air pada percobaan adalah ketika
jangkrik mulai bernafas di dalam tabung. Pada saat itulah eosin
bergerak di dalam tabung dari titik awal tabung respirometer ke titik akhir
sesuai dengan kecepatan bernafasnya jangkrik. Hal ini karena konsumsi
oksigen oleh serangga. Eosin bergerak ke arah tabung spesimen
ke dalam karena adanya penyusutan volume udara dalam tabung tertutup
tersebut. Oksigen dihirup oleh jangkrik maupun kuncup bunga
melati, kemudian karbondioksida dikeluarkan namun diserap oleh KOH /
NaOH. Begitu terus menerus sehingga udara dalam tabung berkurang dan sehingga larutan eosin yang berwarna merah dapat bergerak bergerak
kedalam. Melalui respirometer ini dapat
dibuktikan bahwa dalam proses respirasi membutuhkan oksigen.
Sedangkan hasil respirasi (CO2)
yang dikeluarkan oleh hewan
tersebut akan diikat oleh KOH yang terdapat ditempat yang sama dengan hewan
yang diuji, sehingga dalam botol atau
tabung respirometer maupun dalam pipa respirometer hanya ada
oksigen saja. Untuk menghindari kebocoran dalam respirometer kami mengolesi sambungan sambungan
antara botol dengan pipa respirometer menggunakan vaselin atau malam, karena jika bocor maka akan sangat berpengaruh pada laju pergerakan konsumsi oksigen dan
menyebabkan laju konsumsi yang dihitung itu tidak murni hasil respirasi dari hewan yang sedang diuji.
Berdasarkan
data hasil pengamatan pada kelompok 1 dan 2 yang menggunakan hewan percobaan yang sama yaitu cicak.
Pada kelompok 1 cicak memiliki
berat yaitu
1,2 gram memiliki kecepatan
rata-rata penggunaan oksigen sebesar 0,05 sedangkan belalang yang dimati kelompok 2 memiliki berat 4,3 gram dan
memiliki kecepatan rata-rata
penggunaan oksigen sebesar 0,17. Dari hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa
kedua hewan
cicak teresbut dengan berat yang berbeda memiliki kecepatan rata-rata penggunaan oksigen yang
berbeda
pula. Hal
ini ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa salah satu pengaruh dari frekuensi
pernafasan adalah berat tubuh. Dimana semakin berat tubuh suatu organisme, maka
semakin banyak oksigen yang dibutuhkan dan semakin cepat proses respirasinya. Hewan
yang memiliki massa
yang relatif besar maka lebih banyak sel yang membutuhkan oksigen dari pada
hewan yang memiliki massa relatif kecil. Sehingga untuk mengimbangi energi yang
besar tersebut, maka
hewan yang memiliki berat atau massa
yang besar maka hewan tersebut mempercepat proses pengambilan oksigennya,
sehingga energi yang
diproses juga akan semkin cepat.
Pada kelompok 3 dan 4 yang menggunakan hewan percobaan yang sama yaitu cacing
tanah diperoleh data hasil pengamatan
yaitu pada cacing tanah yang diamati kelompok 3 memiliki berat 3,2 gram dengan kecepatan rata-rata penggunaan oksigen
sebesar 0,055.
Sedangkan cacing tanah yang diamati pada kelompok 4 memiliki berat 2,3 gram dengan kecepatan rata-rata penggunaan oksigen
sebesar 0,112.
Pada percobaan kelompok ini tidak sesuai dengan dasar teori karena hewan yang
memiliki berat lebih besar memiliki kecepatan rata-rata penggunaan oksigen yang
lebih sedikit dibandingkan hewan yang memiliki berat lebih kecil. Tapi,
bisa saja memiliki kemungkinan dari kedua cacing tersebut salah satunya
memiliki umur lebih muda, jenis kelamin yang berbeda posisi tubuh dan kegiatan
tubuh yang berbeda dimana makhluk hidup yang melakukan aktivitas tubuh
memerlukan energi. Berarti semakin berat aktivitasnya,maka semakin banyak
kebutuhan energinya, sehingga pernafasannya semakin cepat.
Pada kelompok 5 dan 6 yang menggunakan hewan percobaan yang sama yaitu belalang didapatkan hasil pengamatan yaitu pada cacing yang
diamati kelompok 5 memiliki berat sebesar 0,3 gram dengan kecepatan rata-rata penggunan oksigen
sebesar 0,15.
Sedangkan pada cacing yang diamati
kelompok 6 memiliki berat 0,2 gram dengan kecepatan rata-rata penggunan oksigen
sebesar 0,04. Dari
hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa kedua hewan
belalang tersebut dengan berat yang berbeda memiliki kecepatan rata-rata penggunaan oksigen yang
berbeda
pula. Hal
ini ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa salah satu pengaruh dari frekuensi
pernafasan adalah berat tubuh. Dimana semakin berat tubuh suatu organisme, maka
semakin banyak oksigen yang dibutuhkan dan semakin cepat proses respirasinya. Hewan
yang memiliki massa
yang relatif besar maka lebih banyak sel yang membutuhkan oksigen dari pada
hewan yang memiliki massa relatif kecil. Sehingga untuk mengimbangi energi yang
besar tersebut, maka
hewan yang memiliki berat atau massa
yang besar maka hewan tersebut mempercepat proses pengambilan oksigennya,
sehingga energi yang
diproses juga akan semkin cepat.
Pada kelompok 7 dan 8 yang menggunakan hewan percobaan yang sama yaitu jangkrik didapatkan hasil pengamatan pada jangkrik yang diamati kelompok 7 memiliki berat 1,1 gram dengan kecepatan rata-rata penggunan oksigen
sebesar 0,06.
Sedangkan jangkrik
yang diamati kelompok 8 dengan berat 0,9 gram memiliki kecepatan rata-rata penggunan oksigen
sebesar 0,05.
Hal ini ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa salah satu pengaruh dari
frekuensi pernafasan adalah berat tubuh. Dimana semakin berat tubuh suatu
organisme, maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan dan semakin cepat proses
respirasinya. Hewan yang memiliki massa
yang relatif besar maka lebih banyak sel yang membutuhkan oksigen dari pada
hewan yang memiliki massa relatif kecil. Sehingga untuk mengimbangi energi yang
besar tersebut, maka
hewan yang memiliki berat atau massa
yang besar maka hewan tersebut mempercepat proses pengambilan oksigennya,
sehingga energi yang
diproses juga akan semkin cepat.
Jika dilihat
dari hasil pengamatan seluruh kelompok, dapat diamati bahwa berat tubuh bukanlah
salah satu faktor yang mutlak untuk menentukan kecepatan respirasi. Tetapi
kecepatan respirasi hewan juga sangat dipengaruhi oleh laju metabolisme
tubuh hewan tersebudan t. Dan dari hasil semua kelompok, hanya pada kelompok 3
dan 4 yang hasilnya kurang sesuai dengan teori. Karena pada raktikum ini yang
diuji adalah kecepatan laju pengambilan O2 yang dipengaruhi oleh
berat badan. Tapi pada kedua kelompok tersebut pada cacing yang memiliki berat
3,2 gram memiliki rata laju respirasi lebih kecil dari cacing yang memiliki
beratv 2,3 gram. Sehingga dalam hal ini laju metabolisme menjadi faktor utama
penentu kecepatan penggunan oksigen oleh suatu organisme. Semakin cepat laju
metabolisme suatu hewan maka semakin cepat penggunaan oksigen oleh suatu hewan
tersebut. Jadi setiap spesies hewan mempunyai laju metabolisme yang
berbeda-beda tergantung dari aktivitas tubuh hewan tersebut.
Selain
laju metabolisme, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan
respirasi adalah kelarutan
oksigen dalam lingkungan, berat organisme, laju metabolime, luas penampang
untuk difusi oksigen, dan juga afinitas oksigen. Kelarutan oksigen dalam suatu
lingkungan, semakin tinggi kelarutan oksigen maka semakin lambat respirasi
terjadi. Sedangkan semakin rendah kelarutan oksigen dalam suatu lingkungan maka
respirasi akan
semakin cepat. Luas penampang
atau permukaan tubuh untuk difusi juga mempengaruhi kecepatan penggunaan oksigen, luas penampang ini
berhubungan dengan berat badan. Semakin luas penampang tubuh untuk difusi maka
respirasi semakin cepat dan begitu juga sebaliknya, semakin sempit luas
penampang maka respirasi semakin lambat. Aktivitas
tubuh hewan berhubungan dengan laju metabolisme hewan tersebut. Semakin tinggi
aktivitas hewan, maka laju metabolisme juga akan semakin cepat yang menyebabkan
kecepatan penggunaan oksigen juga semakin cepat dan begitu juga sebaliknya.
VIII.
PENUTUP
8.1.
Kesimpulan
1.
Respirasi membutuhkan oksigen hal ini
dapat dibuktikan dari hasil praktikum yaitu larutan eosin yang berwarna dapat
bergerak yang menandakan kadar oksigen dalam pipa kapiler menyusut akibat
digunakan untuk proses respirasi
2.
Kecepatan
penggunaan oksigen dalam proses respirasi masing-masing hewan berbeda. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kecepatan respirasi
adalah kelarutan oksigen dalam lingkungan, berat organisme, laju
metabolime, luas penampang untuk difusi oksigen, serta afinitas oksigen.
8.2.
Saran
Semoga
menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya. Praktikum ini sangat menguras
perasaan, karena selalu membuat hewan yang diamati itu kolaps, bahkan hampir
mati.
DAFTAR
PUSTAKA
Amaliyah, Sitta. 2012. Pengaruh Umur Tegakan Tanaman Terhadap
Adaptasi Pneumatophor Avicennia alba di Kawasan Wonorejo-Surabaya. Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan
alam.
Vol. 15 (1). Issn
0852-4556
Wijayanti, Fahma., dkk. 2011.
Eritrosit dan Hemoglobin pada Kelelawar Gua di Kawasan Karst Gombong,
Kebumen,Jawa Tengah. Jurnal Biologi Indonesia. Vol. 7 (1): 89-98. ISSN 0854-4425
Wantasen, Adnan S. 2013. Kondisi Kualitas Perairan Dan
Substrat Dasar Sebagai Faktor Pendukung Aktivitas Pertumbuhan Mangrove Di
Pantai Pesisir Desa Basaan I, Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Ilmiah Platax. Vol.
1:(4). ISSN: 2302-3589
Santoso, 2009. Bahan Ajar Fisiologi Hewan. Padang: Universtas Andalas
Goenarso, D. 2005. Fisiologi Hewan. Malang : Universitas
Terbuka
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan.
Yogyakarta: Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar