Senin, 17 November 2014

Laporan Kecepatan penggunaan oksigen dalam respirasi hewan





I.          JUDUL PRAKTIKUM
Kecepatan penggunaan oksigen dalam respirasi hewan

II.       TUJUAN PRAKTIKUM
  1. Membuktikan bahwa respirasi membutuhkan oksigen
  2. Menghitung kecepatan penggunaan O2 dalam proses respirasi beberapa macam hewan

III.    DASAR TEORI
Menurut Salisbury (1995) dalam Amaliyah (2012) respirasi merupakan salah satu bagian dari mekanisme metabolisme untuk memenuhi kebutuhan akan energi(Amaliyah, 2012).
Respirasi pertukaran gas adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida antara sel-sel yang aktif dengan lingkungan luarnya atau antara cairan tubuh hewan dengan lingkungan tempat hidupnya. Definisi respirasi juga meliputi proses biokimia yang berlangsung di dalam sel berupa perombakan molekul-molekul makanan dan transfer energi yang dihasilkan (respirasi seluler). Proses respirasi erat kaitannya dengan laju metabolisme (metabolit rate) yang didefinisikan sebagai unit energi yang dilepaskan per unit waktu. Laju respirasi pada hewan tergantung pada aktivitas metabolisme total dari organisme tersebut. Fungsi utama respirasi adalah dalam rangka memproduksi energi melalui metabolisme aerobik dan hal tersebut terkait dengan konsumsi oksigen (Santoso, 2009).
Laju metabolisme tubuh dapat meningkat bila laju respirasi meningkat juga. Menurut Guyton (1995), semua bentuk metabolis-me tubuh membutuhkan energi, dimana energi tersebut didapatkan darihasil respirasi sel (Wijayanti, 2011).
Konsentrasi minimum oksigen terlarut digunakan untuk menduga laju beban maksimum yang diperkenankan atau daya dukung (Wantasen, 2013).
Fungsi spirakel dan trakea untuk memungkinkan lewatnya udara kepercabangan saluran yang disebut trakeol, yang merupakan saluran lembut intraseluler dengan diameter sekitar 1μm. Jumlahnya sangat banyak dan berada di berbagai jaringan, terutama otot. Berbeda dengan trakease, saluran-saluran lembut ini tidak dilapisi dengan kutikula, pertukaran gas terjadi dengan mudah melewati dinding saluran ini. Sistem pernapasan pada serangga melalui sejumlah percabangan saluran udara pada sistem trakea. Oksigen langsung dibawa ke jaringan, jadi tidak dilaksanakan melewati aliran darah. Distribusi oksigen dan pengeluaran karbondioksida tidak dilakukan lewat sistem peredaran. Pada kebanyakan serangga dengan difusi saja sudah tercukupi oleh karena itu tubuh serangga pada umumnya berukuran kecil. Pada beberapa spesies difusi ini dibantu dengan gerakan ritmik toraks atau abdomen (Goenarso, 2005).
Sistem respirasi memiliki fungsi utama untuk memasok oksigen ke dalam tubuh serta membuang CO2 dari dalam tubuh. Respirasi ekternal sama dengan bernafas, sedangkan respirasi internal seluler ialah proses penggunaan oksigen oleh sel tubuh dan pembuangan zat sisa metabolisme sel yang berupa CO2, penyelenggaraan respirasi harus didukung oleh alat pernafasan yang sesuai yaitu, alat yang dapat digunakan oleh hewan untuk melakukan pertukaran gas dengan lingkungannya, alat yang dimaksud dapat berupa alat pernafasan khusus ataupun tidak (Isnaeni, 2006).


IV.             METODE PENELITIAN
4.1.             Alat dan bahan
1.      Alat        : Respirometer, Beaker gelas, Pipet , Pencatat waktu, Timbangan analitik
2.      Bahan : Belalang, Cacing tanah, Cicak, Jangkrik, KOH/ NaOH kristal, Eosin
V.                CARA KERJA








VI.             HASIL PENGAMATAN
Kel
Hewan
Berat (gr)
Interval Kecepatan Pengunaan O2/ 3 menit
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1
Cicak
1,2
0,26
0,44
0,09
0,05
0,06
0,04
0,01
0
0,02
0
0,03
0,01
0,01
2
Cicak
4,3
O,15
0,16
0,19










3
Cacing
3,2
0,08
0,08
0,04
0,07
0,04
0,04
0,04
0,05





4
Cacing
2,3
0,18
0,12
0,1
0,09
0,1
0,08







5
Belalang
0,3
0,20
0,14
0,12










6
Belalang
0,2
0,14
0,08
0,08
0,04
0,04
0,01
0,05
0
0
0,02
0,05
0,04
0,01
7
Jangkrik
1,1
0,13
0,14
0,08
0,09
0,06
0,04
0,03
0,06
0,04
0,03
0,01


8
Jangkrik
0,9
0,14
0,09
0,08
0,05
0,05
0,05
0,02
0,02
0,02
0,02
0,02



Lanjutan
14
15
16
17
18
19
20
21
Rata-rata
1


0,01
0






0,051
2










0,17
3










0,055
4










0,112
5










0,15
6


0,04







0,04
7










0,06
8










0,049


VII.          PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan mengenai kecepatan penggunaan oksigen dalam respirasi hewan. Percobaaaan ini bertujuan untuk membuktikan bahwa respirasi membutuhkan oksigen dan menghitung kecepatan penggunaan O2 dalam proses respirasi beberapa macam hewan. Dalam praktikum kali ini kami menggunakan 4 hewan percobaaan yaitu belalang , cicak, cacing tanah dan jangkrik.
Percobaan ini dilakukan dengan cara memasukkan hewan percobaan ke dalam respirometer. Namun,sebelum dimasukkan ke dalam respirometer, hewan percobaan ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan analitik. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh berat badan atau massa tubuh terhadap kecepatan penggunaan oksigen. Setelah ditimbang hewan dimasukkan ke dalam respirometer. Respirometer adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur kecepatan pernapasan beberapa hewan yang memiliki ukuran relatif kecil. Prinsip kerja respirometer adalah bekerja jika dalam pernafasan ada oksigen yang digunakan oleh organisme serta ada karbondioksida yang dikeluarkan. Jika organisme yang bernapas itu disimpan dalam ruang tertutup dan karbondioksida yang dikeluarkan oleh organisme dalam ruang tertutup itu diikat, maka penyusutan udara akan terjadi. Kecepatan penyusutan udara dalam ruang itu dapat di amati pada pipa kapiler berskala pada respirometer.
Ketika hewan percobaan baik belalang, cacing tanah maupun cicak dimasukkan kedalam respirometer, kami juga menambahkan KOH yang sudah dibungkus dengan kapas. Kapas berfungsi untuk membungkus Kristal KOH/NaOH dan sebagai indikator adanya H2O (uap air) sebagai hasil dari proses respirasi yang ditandai dengan kapas menjadi basah setelah percobaan. Dalam percobaan ini KOH berfungsi sebagai pengikat karbondioksida (CO2) agar hewan percobaan yaitu belalang, cacing tanah , jangkrik maupun cicak tidak menghirup CO2 yang dikeluarkan setelah bernapas dan pergerakan larutan eosin benar-benar hanya disebabkan oleh konsumsi oksigen.
Selain KOH, pada percobaan ini juga menggunakan larutan eosin yang berfungsi sebagai indikator oksigen yang dihirup oleh organisme pada respirometer sederhana. yang mempengaruhi kedudukan eosin / air pada percobaan adalah ketika jangkrik mulai bernafas di dalam tabung. Pada saat  itulah eosin bergerak di dalam tabung dari titik awal tabung respirometer ke titik akhir sesuai dengan kecepatan bernafasnya jangkrik. Hal ini karena konsumsi oksigen oleh serangga. Eosin bergerak ke arah tabung spesimen ke dalam karena adanya penyusutan volume udara dalam tabung tertutup tersebut. Oksigen dihirup oleh jangkrik maupun kuncup bunga melati, kemudian karbondioksida dikeluarkan namun diserap oleh KOH / NaOH. Begitu terus menerus sehingga udara dalam tabung berkurang dan sehingga larutan eosin yang berwarna merah dapat bergerak bergerak kedalam. Melalui respirometer ini dapat dibuktikan bahwa dalam proses respirasi membutuhkan oksigen.
Sedangkan hasil respirasi (CO2) yang dikeluarkan oleh hewan tersebut akan diikat oleh KOH yang terdapat ditempat yang sama dengan hewan yang diuji, sehingga dalam botol atau tabung respirometer maupun dalam pipa respirometer hanya ada oksigen saja. Untuk menghindari kebocoran dalam respirometer kami mengolesi sambungan sambungan antara botol dengan pipa respirometer menggunakan vaselin atau malam, karena jika bocor maka akan sangat berpengaruh pada laju pergerakan konsumsi oksigen dan menyebabkan laju konsumsi yang dihitung itu tidak murni hasil respirasi dari hewan yang sedang diuji.
Berdasarkan data hasil pengamatan pada kelompok 1 dan 2 yang menggunakan hewan percobaan yang sama yaitu cicak. Pada kelompok 1 cicak memiliki berat yaitu 1,2 gram memiliki kecepatan rata-rata penggunaan oksigen sebesar 0,05 sedangkan belalang yang dimati kelompok 2 memiliki berat 4,3 gram dan memiliki kecepatan rata-rata penggunaan oksigen sebesar 0,17. Dari hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa kedua hewan cicak  teresbut dengan berat yang berbeda memiliki kecepatan rata-rata penggunaan oksigen yang berbeda pula. Hal ini ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa salah satu pengaruh dari frekuensi pernafasan adalah berat tubuh. Dimana semakin berat tubuh suatu organisme, maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan dan semakin cepat proses respirasinya. Hewan yang memiliki massa yang relatif besar maka lebih banyak sel yang membutuhkan oksigen dari pada hewan yang memiliki massa relatif kecil. Sehingga untuk mengimbangi energi yang besar tersebut, maka hewan yang memiliki berat atau massa yang besar  maka hewan tersebut mempercepat proses pengambilan oksigennya, sehingga energi yang diproses juga akan semkin cepat.
Pada kelompok 3 dan 4 yang menggunakan hewan percobaan yang sama yaitu cacing tanah diperoleh data hasil pengamatan yaitu pada cacing tanah yang diamati kelompok 3 memiliki berat 3,2 gram dengan kecepatan rata-rata penggunaan oksigen sebesar 0,055. Sedangkan cacing tanah yang diamati pada kelompok 4 memiliki berat 2,3 gram dengan kecepatan rata-rata penggunaan oksigen sebesar 0,112. Pada percobaan kelompok ini tidak sesuai dengan dasar teori karena hewan yang memiliki berat lebih besar memiliki kecepatan rata-rata penggunaan oksigen yang lebih sedikit dibandingkan hewan yang memiliki berat lebih kecil. Tapi, bisa saja memiliki kemungkinan dari kedua cacing tersebut salah satunya memiliki umur lebih muda, jenis kelamin yang berbeda posisi tubuh dan kegiatan tubuh yang berbeda dimana makhluk hidup yang melakukan aktivitas tubuh memerlukan energi. Berarti semakin berat aktivitasnya,maka semakin banyak kebutuhan energinya, sehingga pernafasannya semakin cepat.
Pada kelompok 5 dan 6 yang menggunakan hewan percobaan yang sama yaitu belalang didapatkan hasil pengamatan yaitu pada cacing yang diamati kelompok 5 memiliki berat sebesar 0,3 gram dengan kecepatan rata-rata penggunan oksigen sebesar 0,15. Sedangkan  pada cacing yang diamati kelompok 6  memiliki berat 0,2 gram dengan kecepatan rata-rata penggunan oksigen sebesar 0,04. Dari hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa kedua hewan belalang  tersebut dengan berat yang berbeda memiliki kecepatan rata-rata penggunaan oksigen yang berbeda pula. Hal ini ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa salah satu pengaruh dari frekuensi pernafasan adalah berat tubuh. Dimana semakin berat tubuh suatu organisme, maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan dan semakin cepat proses respirasinya. Hewan yang memiliki massa yang relatif besar maka lebih banyak sel yang membutuhkan oksigen dari pada hewan yang memiliki massa relatif kecil. Sehingga untuk mengimbangi energi yang besar tersebut, maka hewan yang memiliki berat atau massa yang besar  maka hewan tersebut mempercepat proses pengambilan oksigennya, sehingga energi yang diproses juga akan semkin cepat.
Pada kelompok 7 dan 8 yang menggunakan hewan percobaan yang sama yaitu jangkrik didapatkan hasil pengamatan pada jangkrik yang diamati kelompok 7 memiliki berat 1,1 gram dengan kecepatan rata-rata penggunan oksigen sebesar 0,06. Sedangkan jangkrik yang diamati kelompok 8 dengan berat 0,9 gram memiliki kecepatan rata-rata penggunan oksigen sebesar 0,05. Hal ini ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa salah satu pengaruh dari frekuensi pernafasan adalah berat tubuh. Dimana semakin berat tubuh suatu organisme, maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan dan semakin cepat proses respirasinya. Hewan yang memiliki massa yang relatif besar maka lebih banyak sel yang membutuhkan oksigen dari pada hewan yang memiliki massa relatif kecil. Sehingga untuk mengimbangi energi yang besar tersebut, maka hewan yang memiliki berat atau massa yang besar  maka hewan tersebut mempercepat proses pengambilan oksigennya, sehingga energi yang diproses juga akan semkin cepat.
Jika dilihat dari hasil pengamatan seluruh kelompok, dapat diamati bahwa berat tubuh bukanlah salah satu faktor yang mutlak untuk menentukan kecepatan respirasi. Tetapi kecepatan respirasi hewan  juga sangat dipengaruhi oleh laju metabolisme tubuh hewan tersebudan t. Dan dari hasil semua kelompok, hanya pada kelompok 3 dan 4 yang hasilnya kurang sesuai dengan teori. Karena pada raktikum ini yang diuji adalah kecepatan laju pengambilan O2 yang dipengaruhi oleh berat badan. Tapi pada kedua kelompok tersebut pada cacing yang memiliki berat 3,2 gram memiliki rata laju respirasi lebih kecil dari cacing yang memiliki beratv 2,3 gram. Sehingga dalam hal ini laju metabolisme menjadi faktor utama penentu kecepatan penggunan oksigen oleh suatu organisme. Semakin cepat laju metabolisme suatu hewan maka semakin cepat penggunaan oksigen oleh suatu hewan tersebut. Jadi setiap spesies hewan mempunyai laju metabolisme yang berbeda-beda tergantung dari  aktivitas tubuh hewan tersebut.
 Selain laju metabolisme, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan respirasi adalah kelarutan oksigen dalam lingkungan, berat organisme, laju metabolime, luas penampang untuk difusi oksigen, dan juga  afinitas oksigen. Kelarutan oksigen dalam suatu lingkungan, semakin tinggi kelarutan oksigen maka semakin lambat respirasi terjadi. Sedangkan semakin rendah kelarutan oksigen dalam suatu lingkungan maka respirasi  akan semakin cepat. Luas penampang atau permukaan tubuh untuk difusi juga mempengaruhi kecepatan penggunaan oksigen, luas penampang ini berhubungan dengan berat badan. Semakin luas penampang tubuh untuk difusi maka respirasi semakin cepat dan begitu juga sebaliknya, semakin sempit luas penampang maka respirasi semakin lambat. Aktivitas tubuh hewan berhubungan dengan laju metabolisme hewan tersebut. Semakin tinggi aktivitas hewan, maka laju metabolisme juga akan semakin cepat yang menyebabkan kecepatan penggunaan oksigen juga semakin cepat dan begitu juga sebaliknya.



VIII.       PENUTUP
8.1.        Kesimpulan
1.      Respirasi membutuhkan oksigen hal ini dapat dibuktikan dari hasil praktikum yaitu larutan eosin yang berwarna dapat bergerak yang menandakan kadar oksigen dalam pipa kapiler menyusut akibat digunakan untuk proses respirasi
2.      Kecepatan penggunaan oksigen dalam proses respirasi masing-masing hewan berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan respirasi  adalah kelarutan oksigen dalam lingkungan, berat organisme, laju metabolime, luas penampang untuk difusi oksigen, serta afinitas oksigen.

8.2.        Saran
Semoga menjadi lebih baik lagi untuk kedepannya. Praktikum ini sangat menguras perasaan, karena selalu membuat hewan yang diamati itu kolaps, bahkan hampir mati.


DAFTAR PUSTAKA

Amaliyah, Sitta. 2012.  Pengaruh Umur Tegakan Tanaman Terhadap Adaptasi Pneumatophor Avicennia alba di Kawasan Wonorejo-Surabaya. Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam. Vol. 15 (1). Issn 0852-4556

Wijayanti, Fahma., dkk. 2011. Eritrosit dan Hemoglobin pada Kelelawar Gua di Kawasan Karst Gombong, Kebumen,Jawa Tengah. Jurnal Biologi Indonesia. Vol. 7 (1): 89-98. ISSN 0854-4425

Wantasen, Adnan S. 2013. Kondisi Kualitas Perairan Dan Substrat Dasar Sebagai Faktor Pendukung Aktivitas Pertumbuhan Mangrove Di Pantai Pesisir Desa Basaan I, Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Ilmiah Platax. Vol. 1:(4). ISSN: 2302-3589

Santoso, 2009. Bahan Ajar Fisiologi Hewan. Padang: Universtas Andalas

Goenarso, D. 2005. Fisiologi Hewan. Malang : Universitas Terbuka

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius






Tidak ada komentar: